Pagi ini dia datang
menemuiku, duduk disampingku dan tersenyum menatapku. Aku benar-benar
tak berdaya melihat tatapan itu, tatapan yang begitu hangat, penuh
harap, dan selalu bisa membuatku memaafkannya. Aku sadar aku
mencintainya, aku tidak mau kehilangan dia, meskipun dia sering
menyakiti hatiku dan membuatku menagis. Tidak hanya itu, aku kehilangan
sahabatku, aku tidak perduli dengan perkataan orang lain tentang aku.
Aku akan tetap memaafkan Fandi, meskipun dia sering menghianati cintaku.
“Aku gak tau harus bicara apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkungkuh! Kamu udah ngancurin kepercayaan aku!” Ucapku.
Aku gak sanggup menatap matanya lagi, air
mataku jatuh begitu deras menghujani wajahku. Aku tidak berdaya, begitu
lemas dan tiba-tiba dia memeluku dengan erat.
“Maafin aku Stella, maafin aku….., aku
janji ga akan nyakitin kamu lagi, aku janji Stell. Aku saying kamu!
Please, kamu jangan nangis lagi!” Ucap Fandi.
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Fandi, aku sangat mencintainya.
(*)
Malam ini Fandi menjemputku, kami berdua
akan pergi makan malam. Aku sengaja menggenakan gaun berwarna biru
pemberian Fandi dan berdandan secantik mungkin karna aku tidak mau
mengecewakan Fandi. Kutemui Fandi di ruang tamu. Dia tersenyum,
memandangiku dari atas hingga bawah.
“Stella, kamu cantik banget mala mini” Ucap Fandi.
“Makasih…., Kita jadi dinner kan?” Tanyaku.
“Ya tentu saja. Tapi Stell, mala mini aku ga bawa mobil, kamu gak keberatan kan kalo kita naik Taksi?” Kata Fandi
“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja” Balasku.
Dengan penuh semangat aku menggandeng
tangan Fandi. Ini benar-benar menyenangkan, diperjalanan Fandi
menggenggam erat tanganku, aku bersandar di bahu Fandi menikmati
perjalanan kami dan melupakan semua kesalahan yang diperbuat Fandi
kepadaku.
Kami berhenti disebuah restoran, terlihat
tempatnya sangat romantis. Kami berdua masuk kedalam restoran itu dan
duduk langsung memesan makanan. Sembari menunggu makanan kami berdua
mengobrol bercerita tentang macam-macam hal. Tidak lama kemudian makanan
pun datang. Kami berdua menyantapnya sembari kita berdua
berbincang-bincang.
Satu tahun setengah bersama Fandi bukanlah
waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk mempertahankan hubungan kami.
Fandi sering menghianati aku, bukan satu atau dua kali lagi Fandi
berselingkuh, tapi dia tetap kembali padaku. Dan aku selalu
memaafkannya, itu yang membuatku kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka
benar, aku wanita bodoh yang mau dipermainkan oleh Fandi. Meskipun
sekarang mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka sahabatku.
Selesai makan Fandi terlihat kebingungan, dia mencari sesuatu di saku
celananya.
“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?” ucap Fandi.
“Yakin disaku ga ada?” tanyaku.
“Ga ada, gimana dong?” tanya Fandi.
“Ya sudah, dinner kali ini pake uang ku aja. Kan setiap kita jalan selalu kamu yang traktir aku, Ok!” ucapku sambil tersenyum.
“Ok, makasih sayang, maafin aku ya” kata Fandi.
“Iya….” Ucapku.
Saat disekolah aku bertemu Rica dan Cindy, mereka adalah sahabat terbaiku. Saat berpapasan Rica menarik tanganku.
“Stell… kamu sakit?, kok pucet gitu?” Rica berbicara kepadaku. Ini seperti mimpi, ternyata dia masih peduli kepadaku.
“Engga cuma cape aja ko Ca” jawabku.
“Jelas cape lah, punya pacar diselingkuhi
terus! Lagian mau aja sih dipermaini sama cowo playboy kaya gitu! Jangan
jangan Fandi ga sayang sama kamu? Ups… keceplosan.” Ucap Cindy.
“Stop Cin! Kasian Stella! Kamu kenapa sih Cin bahas itu terus, ga ada topic lain apa? Stella kan ga salah.” Ucap Rica.
“Udah deh Rica, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Stell! Kenapa kamu diselingkuhi terus!”
Cindy bener, jangan-jangan Fandi ga sayang
sama aku, ga cinta sama aku, itu yang buat Fandi selalu menghianati
aku. Selama ini aku ga pernah berfikir kearah sana, mungkin karena aku
terlalu mencintai Fandi dan takut kehilangan dia. Semalam aku terus
memikirkan hal itu, aku ragu terhadap perasaan Fandi terhadapku. Jika
benar Fandi tidak mecintaiku, aku benar-benar tidak bisa memaafkannya
lagi.
(*)
Meskipun hari Sabtu sekolahku libur tapi
aku tetep berangkat kesekolah karna akan ada persiapan pensi
disekolahku, hanya anak-anak OSIS saja yang mempersiapkan acara itu.
Sore telah tiba aku dan teman-temanku beranjak pulang. Diperjalanan aku
melihat Fandi bersama seorang wanita, aku tidak bisa melihat wajah
wanita itu karena dia membelakangiku. Mungkin Fandi menghianatiku lagi.
Kali ini aku tidak bisa memaafkannya. Mereka masuk kedalam mobil, aku
bisa melihat jelas wajah wanita itu, sangat jelas…., ternyata dia
sahabatku Cindy.
Sungguh aku tidak bisa memaafkan Fandi.
Akan ku pastikan apakah Fandi akan jujur kepadaku atau membohongiku, ku
ambil Handphone ku dan menghubungi Fandi.
“Hallo…, kamu bisa jemput aku sekarang ga?”
“Maaf Stell, aku ga bisa kalo sekarang, aku lagi nganter kakak, kamu ga bawa kendaraan ya?”
“Emang kakak kamu mau kemana Fan?”
“Mau ke…. Hmm…. Itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”
“Fan! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak Cindy jadi kakak kamu? Hah?!!”
“Stella, kamu ngomong apa sayang? Bilang, sekarang kamu dimana?”
“Aku liat sendiri kamu pergi sama Cindy!
Kamu ga usah bohongin aku! Kali ini aku ga bisa maafin kamu! Kenapa kamu
harus selingkuh sama Cindy? Aku benci kamu! Mulai sekarang aku ga mau
liat kamu lagi! Kita Putus Fan!”
“Stell, ini gak…….”
Ku lemparkan Handphoneku ke kursi
belakang, kulaju mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku terus
mengalir, hatiku sangat sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa Fandi
tidak mencintaiku, dia berselingkuh dengan sahabatku.
Beberapa hari setelah kejadian itu aku
tidak masuk sekolah, aku hanya bisa mengurung diri dikamar dan menangis,
orangtua ku terus membujukku untuk pergi kesekolah dan mendukung aku
untuk melupakan Fandi, meskipun aku tau itu tak akan mudah.
Setiap hari Fandi mendatangiku kerumah dan
meminta maaf, bahkan Fandi sempat semalaman berada didepan gerbang
rumahku tapi aku tidak menemuinya. Aku berjanji tidak akan memaafkannya,
dan janjiku tak akan ku ingkari, tidak seperti janji-janji Fandi yang
tidak akan menghianatiku yang selalu ia ingkari.
Atas bujukan orangtua ku, hari ini
kuputuskan untuk pergi kesekolah. Aku berharap tidak bertemu dengan
Fandi. Tapi seusai sekolah tiba-tiba Fandi ada dihadapanku.
“Maafin aku Stella! Aku sama Cindy ga ada hubungan apa-apa, aku Cuma nanyain tentang kamu ke dia”
“Kita udah putus Fan! Jangan ganggu aku
lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar dua puluh empat juga
aku ga peduli, itu bukan urusan aku!”
“Tapi Stell…”
Aku berlari meninggalkan Fandi, meskipun
aku sangat mencintainya, aku harus bisa melupakannya. Fandi terus
mengejarku dan mengucapkan kata maaf. Tapi aku tidak memperdulikannya,
aku semakin cepat berlari dan menyebrangi jalan raya. Tiba-tiba
terdengar sura tabrakan, dan…
“Fandi…!!!”
Fandi tertabrak mobil ketika mengejarku,
dia terpental sangat jauh. Mawar merah yang ia bawakan berserakan
bercampur dengan merahnya darah yang keluar dari kepala Fandi.
“Fandi, maafi aku!”
“Stella, Maaf aku janji ga akan sakiti kamu lagi, aku cinta kamu selamanya Stella Cornelia.
“Fandi…!!!”
Fandi meninggal saat itu juga, ini semua
salahku, jika aku mau memaafkan Fandi semua ini ga akan terjadi.
Sekarang aku harus menerima kenyataan ini, kenyataan yang sangat pahit
yang tidak aku inginkan, yang tidak mungkin aku bisa lupakan. Fandi
menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku, saat terakhir ia berjanji
tidak akan menyakitiku lagi, disaat ia mengatakan mencitaiku.
Dia mengatakan semuanya disaat meregang
nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras, ketika darahnya mengalir
deras membasahi aspal jalanan. Rasanya ingin sekali menemani Fandi
didalam tanah sana, menemaninya dalam kegelapan,dalam kesunyian,
kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis, menyesali perbuatanku, aku
tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
Satu minggu setelah Fandi tiada, aku masih
menangis, membayangkan semua kenangan indah bersamanya. Senyumannya,
tatapannya, takan bisa ku lupa. Tiba-tiba ibku menghampiriku.
“Stella sayang, ini ada titipan dari
ibunya Fandi. Kamu jangan melamun terus dong! Kamu harus bangkit, harus
kuat menerima semua kenyataan ini! Fandi juga ga akan senang jika kamu
seperti ini terus!”
“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”
Kubuka bingkisan itu, didalamnya ada kotak
kecil berwarna merah, mawar merah yang telah layu dan amplop berwarna
merah. Didalam kotak itu terdapat cincin. Akupun menangis kembali dan
membuka isi amplop itu.
Dear Stella Cornelia,
Stella sayang, maafin aku, aku janji ga
akan nyakitin kamu, aku sangat mecintai kamu selamanya, semua yang aku
lakuin itu cuma buat ngeyakinin kalo cuma kamu yang terbaik buat aku,
cuma kamu yang aku cinta. Anggap saja cincin ini adalah hadiah dari aku
biar kamu mau maafin aku. Aku janji ga akan ninggalin kamu selamanya
Stell.
Aku sangat mencintaimu, dan tidak ingin berpisah denganmu Stella.
Love You
Fandi
Air mataku mengalir semakin deras dari
setiap sudutnya, ku pakai cincin pemberian Fandi, aku berlari
menghampiri ibu dan memeluknya.
“Bu, Aku udah nikah sama Fandi!”
“Stella, kenapa sayang?”
“Ini!” kutunjukan cincin pemberian Fandi dijari manisku.
“Kan ia bilang, Mencintaiku selamanya jadi
suatu hari nanti dia bakalan menikah denganku, anggap saja ini cincin
pernikahanku dengan Fandi”
“Stella, kamu butuh waktu nak. Kamu harus kuat!”
“Sekarang aku mau cerai sama Fandi bu!” ku lepas cincin pemberian Fandi kepada ibu.
“Aku titip cincin pernikahanku dengan Fandi Bu! Ibu harus menjaganya dengan baik!”
Ibu memeluku erat dan kami menangis bersama.
* End *
0 komentar:
Posting Komentar