Sepulang sekolah, Stella menemui Jeje. “Jeje!” “Oh, Stella, ada apa?” “Aku mau Tanya, kamu belajar gitar lama enggak?” “Emm… kalo aku sih enggak sampe 1 bulan, asal rutin aja pasti cepet kok, emang kenapa?” “Oh, enggak apa apa kok Je, yaudah aku pulang duluan ya, daah..!!” (Kata Stella sambil melambaikan tangan) “Iya, daah..!” (Balas Jeje). Stella belum memiliki gitar dan buku panduan untuk pembelajaran gitar. “Besok akan kutanyakan pada Jeje” katanya dalam hati.
Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, Stella pergi ke rumah Jeje. Tok tok tok.. Stella mengetuk pintu, “Eh, Stella, ayo masuk, ayahku belum pulang dari kantor, jadi aku dirumah sendirian” ajak Jeje “OK deh”. Jeje mengajak Stella untuk masuk ke kamarnya. di dalam kamar, Stella melihat berbagai foto-foto masa kecil Jeje, pandangannya tiba-tiba berpusat pada sebuah foto seorang wanita membawa sebuah gitar, “Je, wanita di foto itu siapa?” “Oh itu Alm. Ibu ku, dia meninggal 5 tahun yang lalu karena penyakit kanker” jelas Jeje “ setelah beberapa saat berbincang-bincang di kasur, Stella mengatakan sesuatu, “Jeje, aku boleh pinjam gitar kamu?” “Buat apa?” “Aku mau belajar main gitar Je,” “Ooh, OK deh, nih gitarnya”(sambil memberikan gitar tuanya ke Stella) “Eh, bentar Je, ini kan gitar peninggalan Alm. Ibu kamu, apa boleh aku bawa dulu?”(Stella sedikit terkejut) “Ah, enggak apa-apa, asal jangan sampai kena benturan keras, lagipula aku percaya kok kamu bisa menjaga gitar ini”(Kata Jeje sambil tersenyum) “Oiya, kamu udah punya buku panduan belajar gitar belum?”(Tanya Jeje) “Eh, iya aku lupa, aku juga belum punya bukunya, boleh aku pinjam sekalian?”(Jawab Stella dengan sedikit tertawa) “Idihh, ya tentu boleh lah, bentar aku ambilin dulu”(Jawab Jeje sambil menuju lemari bukunya) “Nih bukunya, aku dulu juga belajar dari buku ini”(Sambil memberikan bukunya) “Terimakasih ya Je, eh ngomong-ngomong, sekarang jam berapa ya?” “Sekarang.. jam 4 kurang 15 menit, kenapa?” “Wah, aku telat jemput Sonia di tempat kursus! Aku pulang dulu ya Je, sekali lagi makasih, aku pinjem dulu gitar sama bukunya”(Pamit Stella) “Iya, hati-hati di jalan Stella.
Setelah menaruh gitar dan buku Jeje di kamarnya, Stella langsung pergi menjemput Sonia.”Mah, aku jemput Sonia dulu”(Pamit Stella kepada ibunya) “Oh iya, hati-hati di jalan ya nak”. Sonia masih kelas 7 SMP, dia satu sekolah dengan Stella, kakaknya. Dan setelah menjemput Sonia, Stella langsung mandi, dan masuk ke kamarnya. Dia mulai membaca isi buku pembelajaran tadi, Stella membuka tas gitar Jeje, diambilnya gitar tua itu, dan mulai mencoba beberapa kunci dasar. Waktu menunjukkan pukul 7 malam, setelah Stella makan malam, dia belajar materi pelajaran esok hari. Dan ketika waktu menunjukkan pukul 9 malam, Stella kembali melanjutkan latihannya. Di sela-sela latihannya dia terbayang sesuatu, bila suatu hari nanti, dia dan Jeje akan menjadi Duo yang hebat dan terkenal, mereka berdua bermain gitar dan benyanyi bersama, dan tentu saja, memiliki banyak fans. Ya, pasti suatu hari nanti akan terwujud.
1 bulan sudah berlalu, Stella kini sudah mulai mahir bermain gitar, Jeje merasa senang melihat perkembangan yang dialami oleh sahabatnya. “Wih, udah bisa maen gitar ya, cepet banget ya” kata Jeje “hehe, ya lumayan sih, tapi masih belum lancar kalo pindah kunci, semua ini kan juga berkat gitar dan buku yang kamu pinjamkan”. Beberapa hari kemudian, Stella akan membeli sebuah gitar, “Jeje, nih gitarnya, makasih ya” kata Stella saat mengembalikan gitar Jeje “Eh, kenapa kok udah dikembaliin?” “Aku mau beli gitar sendiri Je, besok bisa temenin aku enggak?” “Besok? OK OK, aku bisa kok” “Makasih Je”. Setelah mengembalikan gitar dan buku, Stella pulang ke rumah, dia sudah tidak sabar untuk membeli gitar besok.
“Gimana, udah siap?” “Udah dong, ayo berangkat!”. Hari minggu yang cerah, kedua sahabat itu pergi ke toko alat musik yang berada tidak jauh dari rumah Jeje, mereka berjalan kaki, sekalian olah raga. Suasana pagi itu masih sepi, padahal jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. “Je, emang jam segini jalan masih sepi ya?” Tanya stella “Enggak sih, enggak kayak biasanya, biasanya jam segini udah rame banget” Jawab Jeje. Akhirnya mereka sudah berada di seberang jalan dimana toko alat musik berada. “Tuh tokonya, ayo nyebrang” “Iya”. Stella berada di depan, Jeje menyusul di belakang. Tapi tiba-tiba melaju sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. “Stella, awas!!” teriak Jeje sembari mendorong Stella. Akibat mendorong Stella tadi, Jeje pun yang tertabrak mobil yang melaju kencang tadi, sedangkan Stella pingsan karena kepalanya terbentur terotoar. Mobil tadi tetap melaju tanpa memikirkan Jeje dan Stella, Pemilik toko yang melihat kejadian tadi langsung mencari bantuan warga sekitar, segera Jeje dan Stella dibawa ke rumah sakit terdekat.
“Apa.. apakah aku sudah mati?, mengapa semuanya gelap? Apa yang terjadi?” kata stella dalam hati, “Jeje! Dimana Jeje?!” Stella terbangun. “Nak, kau sudah sadar!” sontak ibu Stella memeluknya sambil menagis. “Bu, apa yang sebenarnya terjadi?! Tolong ceritakan, kenapa aku berada di rumah sakit dan kepalaku diperban?! Dimana Jeje?!” Stella mulai binggung, “Nak, apakah engkau mau mengetahui apa yang sebenarnya terjadi?” “Iya Bu, tolong ceritakan!” “Begini nak, kata dokter, engkau dibawa kesini karena tertabrak mobil, dan kamu ditolong oleh warga sekitar” jelas ibu Stella “Lalu, Jeje bagaimana bu? Dimana dia sekarang?!”. Ibu Stella terdiam sebentar, “Nak… ibu mohon kamu yang sabar ya…. Sahabatmu Jeje…sudah meninggal..” setelah perkataan ibunya itu, Stella tidak percaya kalau Jeje telah tiada. “Tidak mungkin… tidak mungkin… ibu bohong kan?! Ibu bohong kan?!” air mata Stella mengalir deras. “Ini semua takdir Tuhan nak… kita tidak bias melawan takdir, kita hanya bisa menerimanya..” kata ibu Stella sambil memeluk erat Stella. “Ibu, aku ingin melihat jasad Jeje, tolong antar aku..” pinta Stella “Tapi nak, apakah keadaanmu sudah..” “Sudahlah Bu, aku tidak apa-apa, tolonglah, aku ingin melihatnya..!”. akhirnya Ibu Stella mengantarnya ke kamar mayat. Disana dokter mengatakan kalau penyebab kematian Jeje karena pendarahan hebat di kepalanya. Kondisinya sempat membaik, dia juga masih bias menonton televisi di ruang perawatannya, tetapi tiba-tiba dia tidak sadarkan diri saat suster memasuki ruangannya. “Stella, Jeje sempat menulis surat saat di ruangannya tadi, dan surat ini untukmu. Ini, bacalah” kata dokter sambil menyerahkan surat yang ditulis Jeje.
“Stella, maaf ya, aku sudah tidak bisa lagi menemanimu di sekolah, maupun di rumah. Dan akupun sudah tidak bisa lagi bertemu denganmu, aku sudah tahu, kalau hari ini aku akan pulang ke rumah abadi ku. Stella, besok lusa kamu ulang tahun kan? Maaf aku tidak bisa datang ke pesta ulang tahunmu, jadi aku akan ucapkan sekarang ya, Selamat Ulang Tahun Sahabatku Stella! Wish You All The Best J sehat selalu, tambah nurut ma ortu, tambah rajin, tambah pinter, n’ tambah cantik XD . sebagai hadiah ulang tahun, akan kuberikan gitar tua ku untukmu, terserah mau kau pakai atau tidak, jaga baik-baik ya. Dan 1 lagi… jadilah gitaris yang hebat…. Sampai jumpa sahabatku… terima kasih telah mewarnai hidupku..”
Air matanya tidak bisa dibendung lagi, Stella kembali meneteskan air mata dan memeluk ibunya. “Nak, apakah engkau mau melihat wajah sahabatmu untuk yang terakhir kali?” “Iya bu, sangat ingin”. Dokter pun membuka kain penutup jasad Jeje, dipeluknya tubuh Jeje yang sudah terbujur kaku di kasur, “Terimakasih kembali… sahabatku…” bisik Stella. Beberapa menit kemudian, datanglah beberapa kerabat Jeje, mereka pun meneteskan air mata. Hari itu juga, jenazah Jeje langsung dimakamkan. Guru, Teman sekelas, teman sekolah, kerabat-kerabat, dan keluarga Jeje sangat merasa kehilangan, polisi masih berusaha mencari pelaku tabrak lari yang menyebabkan Jeje meninggal.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, kini kemampuan Stella jauh melebihi Jeje, semua ini berkat gitar tua pemberian Jeje, sahabatnya. “Jeje, sekali lagi terimakasih… gitar ini, akan kujaga selalu, aku tidak perlu membeli gitar baru, bagiku, inilah gitar baruku… Gitar Tua Sahabatku…..”
0 komentar:
Posting Komentar